Senin, 11 Mei 2015

Trilogi dari Dialog Dini Hari (1)

Dialog Dini Hari
Source: https://myspace.com/dialogdinihari

Dialog Dini Hari,
Pertama saya dengar nama band yang satu ini, cukup aneh menurut saya.
Tapi ya sudahlah, band indie sekarang memang namanya aneh-aneh juga kan?
Satu-satunya yang saya tau dari band ini adalah vokalisnya yang memang gitaris dari band Navicula dan suaranya yang sepintas setipe dengan Bung Iwan Fals, nuansa baritone gitu-gitu.
Saya juga tidak hafal dengan lagu-lagu band ini, tapi memang harus diakui kalau lagunya enak sih.
Dengan aliran yang saya sebut sendiri Indian-country-nuance. Sedikit ngaco sih memang, tapi dengan petikan gitar yang sepintas mirip lagu country dan dentuman drum serta nuansa yang seperti musik-musik kultural indian, ya bolehlah saya sebut aliran indian-country-nuance.

Tidak ada yang spesial dari band ini untuk saya, tetap saya lebih addict dengan band seperti Gugun and Blues Shelter, The Swellers, Polyphia, Peewee Gaskins (yang APWG kalem aja ya hahaha), sampai akhirnya di album teranyarnya, “Tentang Rumahku”, saya mendengar tiga lagu yang berjudul:
 “Tentang Rumahku”
“Gurat Asa”
“The Road”
Yang kebetulan semua lagu itu ada di album terbaru mereka: "Tentang Rumahku"
Album "Tentang Rumahku"
Source: http://raindogsrecords.com/store/cd/dialog-dini-hari-tentang-rumahku-cd
Dan saya merasa tiga lagu ini memiliki keterkaitan dengan yang saya rasakan sekarang. Dan kena banget!!
Dan saya juga merasakan ketiga lagu ini seperti sebuah trilogi yang saling membentuk alur kehidupan seorang manusia.
Saya coba untuk bahas lirik dari ketiga lagu tersebut. Urutan pembahasan ini juga menentukan alur dari trilogi ini.

Untuk lagu pertama, saya rasa lagu “Tentang Rumahku” sangat pas untuk jadi pembukaan dari trilogi ini. Coba simak saja lirik lagunya:

Tentang rumahku // Di ujung bukit  karang yang berbatu // Beranda rumahku //Tumbuh tumbuhan liar tak tahu malu // Tentang rumahku // Berbagai macam musim telah kurengkuh // Jadi saksi bisu // Cerita mimpi indah di masa lalu // Yang terlahir dari sebuah gerbang waktu // Yang menjadi tembok kokoh mengitari rumahku // Adakah yang lebih indah dari semua ini // Rumah mungil dan cerita cinta yang megah // Bermandi cahaya di padang bintang // Aku bahagia // Tentang rumahku // Tak kan goyah walau badai mengamuk // Seperti pohon jati // Akarnya tertancap di poros bumi // Sewindu merindu // Kembali pulang dengan sebongkah haru // Senyum menyambut // Bagai rindu kumbang pada bunga di taman //



Di lagu ini, Dialog Dini Hari menggambarkan melankolisme terhadap kenangan masa lalu akan keberadaan rumah. Simpel sekali, tapi rumah memang merupakan tempat kita akan selalu kembali bukan?
Penggambaran rumah sederhana yang menyimpan banyak kenangan indah sangat kena di lirik “…..Adakah yang lebih indah dari semua ini // Rumah mungil dan cerita cinta yang megah // Bermandi cahaya di padang bintang // Aku bahagia //…”

Saat mendengar lagu ini, yang terbayang adalah semua kenangan masa kecil di rumah dulu. Dan lagu ini sukses membuat saya terjebak melakolisme masa kecil itu.
Karena dengan mendengarkan lagu ini, saya sudah bisa membayangkan saya berdiri sebagai seorang yang sudah dewasa dan siap melangkah ke depan untuk meraih cita-cita, namun ada titik dimana saya menatap ke belakang ke masa kecil saya dan menikmati keindahan masa-masa tersebut.

Dan benar saja, begitu saya mulai mencari video klipnya (barangkali ada dan ternyata memang ada), video klip nya 100% sesuai dengan bayangan saya tadi.
Dan paduan video klip dengan lirik lagu ini semakin sukses membuat saya galau berat dan melakolis terhadap kenangan masa kecil saya.

Kalau memang mau terjebak kenangan masa kecil, lihat saja video klipnya di sini
Kenapa saya bilang lagu ini pas sekali untuk menjadi pembuka trilogi dari lagu Dialog Dini Hari?
Karena fase yang memang saya lalui sekarang adalah proses menuju tahap menjadi manusia dewasa yang berusaha mengejar cita-cita dengan mengorbankan apa yang saya sebut dengan “RUMAH”.
Rumah adalah tempat dimana kasih sayang bisa dinikmati kapan saja.
Rumah adalah tempat dimana perhatian bisa dicurahkan kapan saja.
Rumah adalah tempat dimana pelukan dan ciuman sayang kepada orang tua bisa dilampiaskan kapan saja.
Rumah adalah tempat dimana rasa sedih dan kesendirian enggan untuk menghampiri.
"Home is holy place you will always want to get back, at least in the future"

Ya, saya mengorbankan itu semua sekarang. Demi apa? CITA-CITA.
Dan seperti yang saya bilang, rumah adalah tempat dimana kita akan selalu ingin dan pasti kembali.
Itu juga yang selalu saya tanamkan di otak saya.
Melankolis? Memang.
Tapi toh Adam dan Hawa walaupun diusir dari Surga, mereka tetap bisa hidup di dunia ini dengan usaha dan cinta mereka berdua kan? Apakah salah jika saya menyebut cinta merupakan bagian dari melankolisme?
Dan saya yakin banyak orang yang merasa apa yang saya rasakan sekarang.
Kalian semualah alasan tangan saya masih tidak capek untuk berbagi perasaan dan sisi melankolis saya ini.


Lantas, bagaimana dengan lagu kedua dan ketiga?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar